H. Ampang: Bukan Cari Untung, Tapi yang Penting Pekerjakan Warga Sekitar
Dahulu kala sebuah desa terpencil di Kabupaten Gowa, Kecamatan Bajeng, bernama Desa Paraikatte yang terletak jauh dari kebisingan kota.
Sejumlah kampung di desa tersebut dihuni oleh warga yang dominan berstatus sebagai preman jagoan yang hobby berbuat kejahatan untuk mencari nafkah.
Karena itu terdapat sejumlah wilayah yang dijuluki Kampung Texas alias berbahaya, karena hampir semua bentuk kejahatan beranak pinak di tempat tersebut. Olehnya itu tidak ada satu pun pejabat berminat mengunjunginya.
Menurut H. Baharuddin Libe, dulu jangankan pejabat teras Pemerintahan Kabupaten Gowa, pejabat setingkat kepala desa pun enggan mengunjungi wilayah texas, tempat kelahirannya.
Namun kini kampung itu ramai dikunjungi banyak orang, termasuk para Pejabat Pemkab Gowa, diantaranya Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan, Syahrul Syahrir.
Ia mewakili Bupati Gowa dalam rangka menghadiri pelantikan SMSI (Serikat Media Siber Indonesis) Kabupaten Gowa yang digelar di Aula Gedung Pertemuan, obyek wisata Permandian Je’ne Tallasa, 29 Oktober 2025.
Bahkan Asisten II tersebut mengaku dirinya pernah datang bersama keluarga untuk berlibur akhir pekan sambil menikmati Permandian, namun tempat penginapan penuh, sehingga hanya menggunakan gazebo yang ada di taman.
Dirinya sangat mengapresiasi Pak H. Baharuddin atas kerja kerasnya membangun usaha seperti ini di pedesaan, mampu mempekejakan banyak orang. Bahkan menimbulkan daya tarik untuk mendatang banyak pengunjung dari berbagai daerah, termasuk Kota Makassar, Kabupaten Maros dan Takalar.
“Dengan demikian tentu menambah pertubuhan ekonomi, khususnya warga sekitar, dan Kabupaten Gowa pada umumnya,” ungkap Syahrul Syahrir sesaat usai acara pelantikan tersebut.
Kesuksesan H. Baharuddin membangun usaha tersebut tampaknya dilatarbelakangi julukan kampung kelahirannya sebagai kampung texas alias kampung preman jagoan.
Ada hikmah dibalik julukan nama yang buruk itu. Ternyata sebagai motivasi untuk membangun sebuah usaha dalam rangka membalilkan situasi buruk menjadi kebaikan.
“Karena itu sekitar 28 tahun lalu, tepatnya 2007, saya bertekad membangun usaha untuk membuka lapangan kerja,”ungkapnya
Berkat ketekunan dan kesabaran yang berlandaskan cita-cita mulia, kini H. Ampang (panggilan akrab H. Baharuddin) sukses mengangkat citra nama baik kampung halamannya.
Dengan prinsip bahwa memajukan sebuah wilayah ke arah yang lebih baik dan bermartabat, maka penghuninya harus diperlakukan dengan ramah dan diupayakan agar mereka tidak kelaparan.
Tampaknya bukan sekedar teori atau konsep, tapi sebuah fakta yang bisa dibuktikan. Setelah sekitar 28 tahun berlalu, H. Ampang sukses mengelola dua usaha, yakni penggilingan beras raksasa berteknologi canggih dan obyek wisata permandian yang dikunjungi ribuan orang setiap akhir pekan, dengan aset ratusan miliar rupiah. Kedua usaha tersebut mampu menyerap sekitar 300 orang pekerja.
Penggilingan beras berkapasita sekitar 40 ton produksi beras perhari mampu membangkitkan perputaran roda ekonomi baik lokal maupun nasional. Para petani sawah lancar menjual gabah setelah panen ke penggilingan, kemudian beras dipasok hingga ke provinsi lain.
Namun lagi-lagi H. Ampang membuat kebijakan sangat mulia dalam mengelola usahanya. Walaupun penggilingan beras itu terbilang cangih karena mampu mengerinkan gabah secara otomatis. Tapi ia tetap mengupayakan sistem manual untuk pengeringan gabah di bawah sinar matahari.
Menurut H. Ampang, penggilingan beras itu memang memiliki mesin oven yang mampu megeringkan gabah secara otomati sebelum masuk ke mesin penggiling. Bahkan biayanya lebih hemat ketimbang menggunakan tenaga manusia untuk mengeringkan gabah di bawah sinar matahari, dengan menghamburkan dan mengaduknya di atas wadah lapangan yang beralaskan semen.
Namun ia menegaskan, jika cuaca cerah tetap gabah dikeringkan dengan sinar matahari agar karyawan masih ada kerjanya untuk mendapatkan upah. Walaupun biaya lebih tinggi untuk bayar gaji karyawan.
“Tapi saya tidak mengejar keuntungan semata. Yang lebih peting bagaimana mempekerjakan warga sekitar sebagai karyawan untuk mendapatkan upah demi diri dan keluarganya,” ucap H. Anpang.
Sementara Daeng Tompo yang mengaku Karyawan Bagian Umum, mengatakan bahwa pimpinanya itu memang sangat bijak terkait warga yang berpikiran positif dan mau bekerja. “Makanya Pak Haji sangat disenangi karyawan dan warga.
Ia mencontohkan, pengilingan ini sebagai aset bernilai miliaran rupiah berada di tanah lapang yang luas tanpa dibatasi pagar tembok keliling, tapi tidak pernah ada barang yang hilang kecurian.
“Karena memang karyawan pada umumnya dari warga sekitar merasa memiliki, merasa telah banyak menerima manfaat dari perusahaan yang dibangun atas kerja keras Pak Haji,” tuturnya. (Darman)











